Minggu, 26 Mei 2013

Kepala KUA Kec. Natal Masuk Rumah Tahanan


Kepala KUA Kec. Natal Masuk Rumah Tahanan
Dalam Rangka Bimbingan Rohani

Natal, 24 Mei 2013. Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Natal, memberikan bimbingan rohani Islam terhadap penghuni Cabang Rumah Tahanan Natal.
Kegiatan yang baru pertama dilaksanakan ini selama keberadaan Cabang Rumah Tahanan Natal dihadiri oleh 20 orang  dari 23 orang penghuni Cabang Rutan. Sementara 3 orang penghuni Caabang Rutan adalah beragama Kristen dan mereka mendapat bimbingan rohani secara terpisah dari penghuni yang beragama Islam.
Bahtiar Sitepu, Kepala Cabang Rutan Natal mengharapkan agar kegiatan ini dapat diikuti oleh penghuni Cabang Rutan dengan sebaiknya, sehingga mereka memikili bekal yang memadai pada saat mereka menyelesaikan masa hukuman dan kembali ke tengah- tengah masyarakat.
Kantor Urusan Agama Kec. Natal dalam kegiatan yang direncanakan akan dilaksanakan sekali dalam dua Jum’at ini akan membuat kurikulum Bimbingan sehingga lebih berhasil guna dan bermanfaat bagi  setiap penghuni Cabang Rutan yang beragama Islam.
Sebelumnya, Kepala Cabang Rutan telah membuat program belajar baca Al- Qur’an dengan mengangkat penghuni yang pandai baca Al- Qur’an sebagai guru bagi yang belum mampu baca Al- Qur’an. Kegiatan ini tetap dilaksanakan dengan diselingi kegiatan bimbingan rohani Islam oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kec. Natal.
Sebagai materi pertama dalam kegiatan ini, Kepala Kantor Urusan Agama menjelaskan secara ringkas pentingnya memahami Islam, Iman, dan Ihsan, indikasi, dan pengaruhnya terhadap kehidupan umat Islam. Seorang muslim akan selalu menjaga dirinya dari perbuatan buruk jika benar- benar menyadari arti Islam baik secara terminologi, juga etimologi.


Rabu, 15 Mei 2013

Minggu, 12 Mei 2013

BIJAK DAN HIKMAH


KATA BIJAK DAN HIKMAH

Bangun dan tingkatkan silaturrahim, tanamkan ikhlas, perbanyak shabar dan syukur, dan selalulah ingat bahwa dalam bekerja kita selalu dalam pengawasan Allah Swt.
(Drs. H. Abdul Rahim M. Hum, Kakanwil Kemenagsu dalam kunjungan kerja ke Mandailing Natal tanggal 12 April 2013.)

Genggamlah dunia cukup dengan kedua tanganmu, dan jangan sekali engkau masukkan dunia ke dalam hatimu.
(Drs. H. Jaharuddin, S.Pd.I MA, Kabid Pekapontren dan Penamas dalam kunjungan kerja ke Mandailing Natal tanggal 12 April 2013.)

5 Faktor keberhasilan kerja:
1.   Tertib Bekerja (disiplin)
2.   Pelihara lingkungan kerja
3.   Tertib berpakaian
4.   Tuntaskan tugas tanpa menunda
5.   Pandailah bergaul (komunikasi)
(Drs. H. Jaharuddin, S.Pd.I MA, Kabid Pekapontren dan Penamas dalam kunjungan kerja ke Mandailing Natal tanggal 12 April 2013.)

Jangan sekali menggenggam jabatan bagai menggenggam pasir, semakin kuat genggaman itu maka pasirnya semakin banyak berjatuhan ke bumi.
          (Drs. H. Muksin Batubara, M.Pd, Kakan Kemenag Kab. Mandailing Natal dalam rapat koordinasi jajaran Urais Kab. Mandailing Natal tanggal 06 Mei 2013)

Pangkulah jabatan seperti tukang parkir memangku jabatannya, sebanyak dan semewah apapun kenderaan yang ia jaga tak pernah sekali ia merasa memilikinya. Bahkan ia bangga mengembalikannya kapanpun diminta sang pemilik, manakala ia telah berhasil menjaganya.
(Drs. H. Muksin Batubara, M.Pd, Kakan Kemenag Kab. Mandailing Natal dalam rapat koordinasi jajaran Urais Kab. Mandailing Natal tanggal 06 Mei 2013)

Sabtu, 11 Mei 2013

SEJARAH KANWIL SUMUT


SEJARAH KANWIL KEMENTERIAN AGAMA
PROVINSI SUMATERA UTARA

Pada saat berdirinya Kementerian Agama pada hari Kamis tanggal 29 Muharram 1365 H/03 Januari 1946 M, Sumatera masih merupakan satu Provinsi dengan Gubernurnya waktu itu Mr. Tengku Moch.Hasan, berasal dari Aceh. Jawatan Agama Sumatera oleh Pemerintah dipercayakan kepada H. Muchtar Yahya, kedudukannya masih berada di bawah Gubernur.
Pada tahun 1946 Sumatera dibagi menjdi 3 provinsi, yakni Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan, H. Muchtar Yahya ditunjuk menjadi koordinator Jawatan- jawatan agama tersebut, bertempat di Bukit Tinggi.
Kepala- kepala Jawatan Agama di ketiga wilayah Sumatera waktu itu, Tengku Moch. Daud Beureuh Provinsi Sumatera Utara, Nazaruddin Thoha Sumatera Tengah dan K. Azhari Sumatera Selatan. Mereka diangkat oleh Gubernur Sumatera Utara yang mewakili Presiden untuk mengurus Pemerintahan di wilayahnya.
Sesudah Kantor- kantor Jawatan Agama Provinsi Sumatera ada hubungan dengan Kementerian Agama, yang berkedudukan di Yogyakarta, H.Muchtar Yahya dipindahkan ke pusat bertindak sebagai Kepala Urusan Keagamaan Wilayah Sumatera.
Sementara itu pada tahun 1953, Provinsi Sumatera Utara merupakan gabungan dari daerah Aceh, Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh Tengku Abdul Wahab Silimeun, sedang koordinator untuk Keresidenan Sumatera Utara H. M. Bustami Ibrahim.
Pada tahun 1956 struktur Pemerintahan berubah lagi, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara, sebagai gabungan dari Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli berkedudukan di Medan dan Daerah Aceh dijadikan Daerah Istimewa Aceh berkedudukan di Kotaraja (Banda Aceh). Untuk memimpin Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara ditunjuk K.H.Muslich dan Pimpinan Jawatan Agama daerah istimewa Aceh tetap ditangan Tengku Wahab Silimeun. Sejak saat itulah Jawatan Agama kedua Provinsi tersebut berdiri sendiri- sendiri dan untuk perkembangan selanjutnya diatur berdasarkan peraturan-peratuaran yang ditetapkan Kementerian Pusat.
Sejak Provinsi Sumatera Utara berdiri sendiri, pernah menjabat Kepala (dengan beberapa kali mengalami perubahan struktur) adalah :
1. K.H. MUSLICH
2. H. MISKUDDIN A. HAMID
3. H.M. ARSYAD THALIB LUBIS
4. PROF.DR. T.H. YAFIZHAM, SH
5. DR.H.A. DJALIL MUHAMMAD
6. DRS.H.A. GANI
7. DRS.H.M. ADNAN HARAHAP
8. DRS.H.A. BIDAWI ZUBIR
9. DRS. NURDIN NASUTION
10. PROF.DR.H. MOHD. HATTA
11. DRS.H.Z. ARIFIN NURDIN,SH, MKn
12. DRS.H. SYARIFUL MAHYA BANDAR, MAP
13. DRS. H. ABDUL RAHIM, M.Hum
Kiranya perlu diketahui situasi keagamaan di Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli sebelum digabung menjadi satu Jawatan Agama Provinsi Sumatera Utara :
1.    Pimpinan Keagamaan Kepresidenan Sumatera Timur pada waktu dipegang oleh raja-raja yang jumlahnya tidak sedikit dan mempunyai daerah- daerah yang ditaklukkannya, dengan peraturan- peraturan masing- masing sesuai dengan kondisi masyarakat pada waktu itu.
       Setelah Indonesia merdeka di setiap Keresidenan dibentuk Komite Nasional daerah Sumatera Timur, yang merupakan Lembaga Legislatif. Badan-badan agama saat itu sudah ada, seperti Kadhi.
       Sebelum terbentuknya `Dewan Agama Partai Masyumi mempunyai inisiatif untuk membentuk Badan yang mengurus soal- soal keagamaan. Ide tersebut diusulkan pada Sidang KNI secara aklamasi, usul tersebut diterima oleh anggota KNI, akhirnya berdirilah Dewan Agama Keresidenan Sumatera Timur.
2.    Sebelum adanya Dewan Agama di daerah Tapanuli, masalah- masalah yang berhubungan dengan agama, ditangani oleh Kuria, didampingi oleh Kadhi, merekalah pelaksana tugas yang berhubungan dengan masalah-masalah agama seperti pernikahan, perceraian, pengurusan mesjid- mesjid, ibadah sosial dan lain sebagainya.
Lahirnya Dewan Agama di Keresidenan Tapanuli ini, agak berbeda dengan proses lahirnya Dewan Agama di daerah Sumatera Timur, ide dan gagasan mula- mula lahir ditingkat Kewedanan Mandailing Tapanuli Selatan.
Berita tentang Indonesia merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, disambut masyarakat dengan penuh gembira dan rasa syukur kepada Tuhan, bahwa bangsa dan negaranya sudah lepas dari belenggu penjajahan.
Selama masa penjajahan yang dirasakan akibatnya sangat menyedihkan, terutama dibidang keagamaan, karena seringnya diperlakukan dengan tidak berperikemanusiaan oleh Belanda maka untuk memenuhi tuntutan agama, masyarakat menghendaki dibentuknya Jawatan tersendiri yang mengurusi masalah agama.
Pada tahun 1946, diadakan Konfrensi Masyumi bertempat di Mandailing Tapanuli Selatan, yang memutuskan untuk mendesak Pemerintah (Karesidenan) membentuk Jawatan Agama, yang akan mengelola masalah- masalah agama pada tingkat Keresidenan, Kewedanaan dan Kecamatan, yang selama ini masalah- masalah tersebut diurusi oleh Kuria- kuria dan dibantu oleh Kadhi- kadhi. Dalam konfrensi tersebut telah disepakati secara bulat, untuk membentuk Jawatan Agama yang bernama `Dewan Agama. Pada waktu itu mereka belum mengetahui berita tentang berdirinya Kementerian Agama di Pusat.
Usul tersebut oleh Residen Tapanuli mendapat tanggapan positif, yang kemudian dibahas oleh KNI sebagai lembaga yang berwenang, pada akhirnya disetujui pembentukannya.
Selanjutnya dewan yang baru dibentuk itu, sangat besar jasanya dalam membantu pemerintah, melaksanakan tugasnya terutama dalam kegiatan penerangan, karena pendekatan melalui agama lebih mudah diterima masyarakat.
Pada awal pembentukan kedua, Dewan Agama di kedua Keresidenan tersebut, struktur organisasinya masih berdiri sendiri-sendiri, belum ada hubungan dengan Kementerian Agama Pusat. Hubungan dengan Pusat baru diadakan, setelah diberitahu, bahwa di Pusat sudah berdiri Kementerian Agama.
a.    Struktur Ketatanegaraan berubah maka Keresidenan Sumatera Timur dan Tapanuli, digabung menjadi satu Provinsi Sumatera Utara, sehingga Jawatan Agama berangsur- angsur disempurnakan dan pelaksanannya baru bisa disesuaikan dengan Peraturan Menteri Agama Nomor 10 Tahun 1952 dengan Susunan Organisasi sebagai berikut :
1.  Jawatan Urusan Agama, terdiri atas :
- Kantor Urusan Agama Provinsi;
- Kantor Urusan Agama Daerah;
- Kantor Urusan Agama Kabupaten;
- Kantor Urusan Agama Kecamatan;
2.  Jawatan Pendidikan Agama, terdiri atas:
- Kantor Pendidikan Agama Provinsi;
- Inspeksi Wilayah;
- Kantor Pendidikan Agama Kabupaten;
3.  Jawatan penerangan Agama terdiri atas :
- Kantor Penerangan Agama Provinsi;
- Pegawai Penerangan Agama;
4.  Biro Pengadilan Agama, terdiri atas :
- Mahkamah Islam Tinggi;
- Pengadilan Agama.
5.  Biro Pengadilan Agama kemudian berubah menjadi Jawatan Peradilan Agama (Permenag No. 10 Tahun 1962).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 1 Tahun 1963, Jawatan berubah menjadi Direktorat, sebagai berikut :
- Jawatan Urusan Agama menjadi Direktorat Urusan Agama
- Jawatan Pendidikan Agama menjadi Direktorat Pendidikan Agama
- Jawatan Penerangan Agama menjadi Direktorat Penerangan Agama
- Jawatan Peradilan Agama menjadi Direktorat Peradilan Agama
b.    Perkembangan Organisasi Departemen Agama pada tahun 1965 sampai dengan 1974.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 91 Tahun 1967, tentang Struktur Organisasi, Tugas dan Wewenang Instansi Departemen Agama di Daerah ; terdiri dari :
1)      Perwakilan Departemen Agama Provinsi, terdiri dari;
- Jawatan Urusan Agama;
- Jawatan Pendidikan Agama;
- Jawatan Penerangan Agama;
- Jawatan Peradilan Agama dan Pengadilan Agama;
- Jawatan Perguruan Tinggi Agama dan Pesantren Luhur;
- Jawatan Urusan Haji;
- Jawatan Agama Kristen;
- Jawatan Agama Katholik;
- Jawatan Agama Hindu dan Budha
Perwakilan Departemen Agama Kabupaten/Kota, terdiri dari:
- Dinas Urusan Agama;
- Dinas Pendidikan Agama;
- Dinas Penerangan Agama;
- Pengadilan Agama;
- Dinas Urusan Haji;
- Dinas Urusan Agama Kristen;
- Dinas Urusan Agama Katholik;
- Dinas Urusan Agama Hindu dan Budha.
2)      Kantor Urusan Agama Kecamatan, terdiri dari:
- Urusan Ketatausahaan, Keuangan dan Kepegawaian
- Urusan Pencatatan Nikah, Talak dan Rujuk serta Bimbingan Kesejahteraan Keluarga
- Urusan Rumah Peribadatan, Ibadah Sosial dan Urusan Haji
- Urusan Penerangan dan Penyuluhan Agama
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 53 Tahun 1971 tentang pembentukan Kantor Perwakilan Departemen Agama Provinsi serta Kantor Departemen Agama Kabupaten dan Inspektorat Perwakilan, susunannya terdiri dari :
1) Perwakilan Departemen Agama Provinsi;
2) Perwakilan Departemen Agama Kabupaten;
3) Kantor Urusan Agama Kecamatan;
4) Urusan Pengawas adalah Inspektorat Perwakilan.
Perwakilan Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri dari :
1)    Unsur Pimpinan adalah Kepala Perwakilan
2)    Unsur Pembantu Pimpinan adalah Sekretariat Perwakilan;
3)    Unsur Pelaksana ialah :
- Inspeksi Urusan Agama;
- Inspeksi Pendidikan Agama;
- Inspeksi Penerangan Agama;
- Inspeksi Peradilan Agama.
c.    Perkembangan pada tahun 1975 sampai dengan 1981
1)  Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara terdiri atas :
- Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi;
- Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
- Kantor Urusan Agama Kecamatan.
2)  Keputusan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 1975 (Disempurnakan) tanggal 16 April 1975, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan Typologi IV, maka Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara tediri dari :
- Bagian Tata Usaha;
- Bagian Urusan Agama Islam;
- Bidang Pendidikan Agama Islam;
- Bidang Penerangan Agama Islam;
- Bidang Urusan Haji;
- Pembimbing Masyarakat (Kristen) Protestan;
- Pembimbing Masyarakat Katholik;
- Pembimbing Masyarakat Hindu dan Buddha;
- Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota;
- Kantor Urusan Agama Kecamatan.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 45 Tahun1981 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I terdiri atas :
- Bagian Sekretariat;
- Bidang Urusan Agama Islam;
- Bidang Penerangan Agama Islam;
- Bidang Urusan Haji;
- Bidang Pembinaan Kelembagaan Agama Islam;
- Bidang Bimbingan Masyarakat (Kristen)Protestan;
- Pembimbing Masyarakat Katholik;
- Pembimbing Masyarakat Hindu;
- Pembimbing Masyarakat Buddha.
Selanjutnya terjadi perubahan struktur sesuai Keputusan Menteri Agama Nomor 373 Tahun 2002. Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kanwil Departemen Agama Provinsi Sumatera Utara termasuk pada Typologi I.B. dengan bagan seperti dibawah ini :
1.    Bagian Tata Usaha;
2.    Bidang Urusan Agama Islam;
3.    Bidang Penyelenggaraan Haji, Zakat dan Wakaf;
4.    Bidang Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada sekolah umum;
5.    Bidang Pendidikan keagamaan, pondok pesantren, pendidikan agama Islam pada masyarakat dan pemberdayaan mesjid;
6.    bidang bimbingan Masyarakat Kristen;
7.    Pembimbing Masyarakat Katholik;
8.    Pembimbing Masyarakat Hindu;
9.    Pembimbing Masyarakat Buddha;
10.  Kelompok jabatan fungsional.

Dipublikasikan oleh : http://sumut.kemenag.go.id

SEJARAH




KEMENTERIAN AGAMA DALAM LINTAS SEJARAH

A. Pendahuluan
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Hal tersebut terlihat dengan baik dalam kehidupan bermasyarakat maupun dalam kehidupan bernegara. Di lingkungan masyarakat dapat dilihat dengan terus meningkatnya semarak kegiatan keagamaan baik dalam bentuk ritual, maupun dalam bentuk sosial keagamaan.
Semangat keagamaan tersebut, tercermin pula dalam kehidupan bernegara yang dapat dijumpai dalam dokumen- dokumen kenegaraan tentang falsafah negara Pancasila, UUD 1945, GBHN, dan memberi jiwa dan warna dalam pidato- pidato kenegaraan.
Dalam pelaksanaan pembangunan nasional semangat keagamaan tersebut menjadi lebih kuat dengan ditetapkannya asas keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan yang Maha Esa sebagai salah satu asas pembangunan. Hal ini berarti bahwa segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional dijiwai, digerakkan dan dikendalikan oleh keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sebagai nilai luhur yang menjadi landasan spiritual, moral dan etik pembangunan.

B. Sejarah Kementerian Agama
1.  Era Kerajaan- kerajaan
Dalam struktur pemerintahan zaman raja- raja dan kesultanan di Indonesia, urusan agama menjadi bagian yang tak terpisahkan dari peran raja/sultan dan pejabat pemerintah lainnya. Sementara di tingkat kabupaten sampai tingkat desa terdapat jabatan mufti, qodhi, penghulu, modin (lebai,kayim) dan jabatan agama lainnya. Jelaslah bahwa instansi agama sejak pemerintahan para raja/sultan telah berakar dalam budaya bangsa Indonesia.
Secara historis benang merah nafas keagamaan tersebut dapat ditelusuri sejak abad V Masehi, dengan berdirinya kerajaan Kutai yang bercorak Hindu di Kalimantan dan melekat pada kerajaan- kerajaan di pulau Jawa, antara lain kerajaan Tarumanegara di Jawa Barat, dan kerajaan Purnawarman di Jawa Tengah.
Pada abad VIII corak agama Budha menjadi salah satu ciri kerajaan Sriwijaya yang pengaruhnya cukup luas sampai ke Sri Lanka, Thailand dan India. Pada masa Kerajaan Sriwijaya, candi Borobudur dibangun sebagai lambang kejayaan agama Budha. Pemerintah kerajaan Sriwijaya juga membangun sekolah tinggi agama Budha di Palembang yang menjadi pusat studi agama Budha se-Asia Tenggara pada masa itu. Bahkan beberapa siswa dari Tiongkok yang ingin memperdalam agama Budha lebih dahulu beberapa tahun membekali pengetahuan awal di Palembang sebelum melanjutkannya ke India.
 Menurut salah satu sumber Islam mulai memasuki Indonesia sejak abad VII melalui para pedagang Arab yang telah lama berhubungan dagang dengan kepulauan Indonesia tidak lama setelah Islam berkembang di jazirah Arab. Agama Islam tersiar secara hampir merata di seluruh kepulauan nusantara seiring dengan berdirinya kerajaan-kerajaan Islam seperti Perlak dan Samudera Pasai di Aceh, kerajaan Demak, Pajang dan Mataram di Jawa Tengah, kerajaan Cirebon dan Banten di Jawa Barat, kerajaan Goa di Sulawesi Selatan, kerajaan Tidore dan Ternate di Maluku, keraj aan Banjar di Kalimantan, dan lain-lain.

2.  Era Penjajahan Belanda
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia menentang penjajahan Belanda banyak raja dan kalangan bangsawan yang bangkit menentang penjajah. Mereka tercatat sebagai pahlawan bangsa, seperti Sultan Iskandar Muda, Teuku Cik Di Tiro, Teuku Umar, Cut Nyak Dien, Panglima Polim, Sultan Agung Mataram, Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro, Sultan Agung Tirtayasa, Sultan Hasanuddin, Sultan Goa, Sultan Ternate, Pangeran Antasari, dan lain-lain.
Pola pemerintahan kerajaan-kerajaan tersebut diatas pada umumnya selalu memiliki dan melaksanakan fungsi sebagai berikut:
1.    Fungsi pemerintahan umum, hal ini tercermin pada gelar "Sampean Dalem Hingkang Sinuhun" sebagai pelaksana fungsi pemerintahan umum.
2.    Fungsi pemimpin keagamaan tercermin pada gelar "Sayidin Panatagama Kalifatulah."
3.    Fungsi keamanan dan pertahanan, tercermin dalam gelar raja "Senopati Hing Ngalogo." Pada masa penjajahan Belanda sejak abad XVI sampai pertengahan abad XX pemerintahan Hindia Belanda juga "mengatur" pelayanan kehidupan beragama. Tentu saja "pelayanan" keagamaan tersebut tak terlepas dari kepentingan strategi kolonialisme Belanda. Dr.C. Snuck Hurgronye, seorang penasehat pemerintah Hindia Belanda dalam bukunya "Nederland en de Islam" (Brill, Leiden 1911) menyarankan sebagai berikut:
"Sesungguhnya menurut prinsip yang tepat, campur tangan pemerintah dalam bidang agama adalah salah, namun jangan dilupakan bahwa dalam sistem (tata negara) Islam terdapat sejumlah permasalahan yang tidak dapat dipisahkan hubungannya dengan agama yang bagi suatu pemerintahan yang baik, sama sekali tidak boleh lalai untuk mengaturnya."
Pokok- pokok kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda di bidang agama adalah sbb:
1.    Bagi golongan Nasrani dijamin hak hidup dan kedaulatan organisasi agama dan gereja, tetapi harus ada izin bagi guru agama, pendeta dan petugas misi/zending dalam melakukan pekerjaan di suatu daerah tertentu.
2.    Bagi penduduk pribumi yang tidak memeluk agama Nasrani, semua urusan agama diserahkan pelaksanaan dan perigawasannya kepada para raja, bupati dan kepala bumiputera lainnya.
Berdasarkan kebijaksanaan tersebut, pelaksanaannya secara teknis dikoordinasikan oleh beberapa instansi di pusat yaitu:
1.    Soal peribadatan umum, terutama bagi golongan Nasrani menjadi wewenang Departement van Onderwijs en Eeredienst (Departemen Pengajaran dan Ibadah)
2.    Soal pengangkatan pejabat agama penduduk pribumi, soal perkawinan, kemasjidan, haji, dan lain- lain, menjadi urusan Departement van Binnenlandsch Bestuur (Departemen Dalam Negeri).
3.      Soal pergerakan Agama diurus oleh kantor Adviseur voor In-landsche Mohammadansche Zaken, soal peribadatan diurus oleh Departemen van Onderwwys en Eeredrenst dan seterusnya.
4.    Soal Mahkamah Islam Tinggi atau Hofd voor Islamietische Zaken menjadi wewenang Departement van Justitie (Departemen Kehakiman).
5.     
3.  Era Penjajahan Jepang
Pada masa penjajahan Jepang kondisi tersebut pada dasarnya tidak berubah. Pemerintah Jepang menghapuskan Kantoor voor Islamietische Zaken dan membentuk Shumubu, yaitu kantor agama pusat yang berfungsi sama dengan Kantoor voor Islamietische Zaken dan mendirikan Shumuka, kantor agama karesidenan, dengan menempatkan tokoh pergerakan Islam sebagai pemimpin kantor. Penempatan tokoh pergerakan Islam tersebut merupakan strategi Jepang untuk menarik simpati umat Islam agar mendukung cita- cita persemakmuran Asia Raya di bawah pimpinan Dai Nippon.
Berbagai kebijakan terhadap hal- hal yang berkaitan dengan urusan agama, pada masa penjajahan mempunyai corak dan taktik sendiri- sendiri, sesuai dengan kepentingan pe­merintahan penjajahan yang berkuasa ketika itu

4. Era Kemerdekaan
Dengan diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia pada hari Jum’at tanggal 08 Ramadhan 1364 H/17 Agustus 1945 M, bangsa Indonesia telah berdaulat untuk mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan secara mandiri.
Komite Nasional Pusat, yang merupakan Parlemen sementara Republik Indonesia melangsungkan sidang pleno pada tanggal 19-21 Dzulhijjah 1364 H/25-27 Nopember 1945 M. untuk mendengarkan keterangan pemerintah ketika itu. Wakil- wakil komite Nasional Daerah Keresidenan Banyumas yang duduk dalam K.N.I. Pusat, dalam pandangan umum atas keterangan pemerintah mengusulkan;
“Supaya dalam Negara Indonesia yang sudah merdeka ini, janganlah hendaknya urusan Agama hanya disambil lalukan dalam tugas Departemen Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan atau De­partemen- departemen lainnya, tetapi bendaknya diurus oleh suatu Depaiitemea Agama tersendiri”.
Usul tersebut mendapat sambutan dan dikuatkan oleh tokoh- tokoh Islam yang hadir dalam K.N.I. ketika itu. Maka dinyatakanlah terbentuknya satu Departemen yang mengurusi masalah- masalah keagamaan secara tersendiri.
Pemerintah merealisasikannya dengan dikeluarkannya pengumuman pemerintah pada hari Kamis tanggal 29 Muharram 1365 H/03 Januari 1946 M, tentang berdirinya Departemen Agama dengan K.H. Rasjidi sebagai Menteri Agama yang pertama.
Berdirinya Departemen Agama, adalah wujud dari sila pertama Pancasila sebagai falsafah negara, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa , dan UUD 1945. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa yang diakui sebagai sumber dari sila-sila lainnya mencerminkan karakter bangsa Indonesia yang sangat religius dan sekaligus memberi makna rohaniah terhadap kemajuan- kemajuan yang dicapai.
Ketentuan juridis tentang agama tertuang dalam UUD 1945 BAB E pasal 29 tentang Agama ayat 1, dan 2:
1.    Negara berdasarkan atas Ketuhanan Yang Maha Esa;
2.    Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadah menurut agamanya dan kepercayaannya itu.
Dengan demikian agama telah menjadi bagian dari sistem kenegaraan sebagai hasil konsensus nasional dan konvensi dalam_praktek kenegaraan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Pada tanggal 23 April 1946, Departemen Agama mengeluarkan maklumat Nomor 2 yang menetapkan bahwa :
1.      Shumuka yang dalam zaman Jepang termasuk dalam kekuasaan Residen menjadi Jawatan Agama Daerah, dan selanjutnya ditempatkan dibawah Departemen Agama.
2.      Untuk mengangkat penghulu landraad (Penggadilan Agama), ketua dan
anggota Raad Agama yang
sebelumnya adalah hak Presiden selanjutnya diserahkan kepada Departemen Agama.
3.      Untuk mengangkat penghulu mesjid, yang sebelumnya adalah hak Bupati, selanjutnya diserahkan kepada Departemen Agama.
Dalam pengumuman Departemen Agama Nomor 3 hal- hal yang tersebut dalam maklumat Nomor. 2 diatas dikuatkan dengan pengumuman persetujuan Dewan Kabinet dalam sidangnya pada tanggal 29 Maret 1946.
Pada tanggal 20 Nopember 1946, Menteri Agama mengeluarkan Keputusan Nomor 1185/KJ tentang susunan Departemen Agama dan tugas- tugasnya.yang meliputi 8 bagian yaitu: Bagian Sekretariat, Bagian Kepenghuluan, Bagian Pendidikan Agama, Bagian Penerangan Agama, Bagian Kristen, Bagian Katolik, Bagian Pegawai, dan Bagian Keuangan. Dan setelah itu Departemen Agama kembali mengalami beberapa kali perubahan struktur organisasi, sehingga saat ini telah berubah nama menjadi Kementerian Agama.
Saat ini Kementerian Agama Republik Indonesia berkantor Pusat di Jalan Thamrin yang gedungnya mulai dibangun  sejak bulan Desember 1958 dan diresmikan pada tanggal 1 Mei 1963.

Sumber:
3.    http://id.wikipedia.org.
4.    R. B. Cribb, The Late Colonial State in Indonesia: Political and Economic Foundations of the Netherlands Indies, 1880-1942
5.    Japan. Rikugun. Gun, Dai 16. Gunsei Kanbu Ryukei Shōsha 1942, University of Michigan
6.    Dan berbagai sumber lainnya