Kamis, 20 Maret 2014

Kegiatan Kemenag

HAKIKAT DERADIKALISASI ITU BERARTI MEMBUMIKAN SYARI'AT ISLAM
  
Jakarta, bimasislam— Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), yang diamanatkan untuk memberantas tindak pidana terorisme di Indonesia melalui  Undang-undang Nomor 15 tahun 2003, terus berupaya melakukan berbagai langkah taktis di masyarakat. Salah satu upayanya adalah membuat pedoman penanganan terorisme secara nasional. Atas dasar itulah, hari Selasa (10/3) kemarin Subdit Penangkalan, Direktorat Deradikalisasi BNPT, mengadakan Rapat Koordinasi Perumusan Pedoman Pemberdayaan ulama.

Dalam sambutannya, Deputi I BNPT Agus Surya Bakti menjelaskan bahwa acara ini dilatarbelakangi kenyataan masih adanya tindakan terorisme di masyarakat dan adanya stigma yang menganggap Islam sebagai agama teroris. “Kita terus berupaya keras agar hal itu tidak terjadi lagi”, imbuhnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Deradikalisasi Irfan Idris menegaskan, “Deradikalisasi pada hakikatnya berarti membumikan syariat Islam”. Islam yang berarti “selamat, damai, sejahtera” tentu saja memproyeksikan segala ajarannya sebagai “rahmat”bagi semesta alam (rahmatan lil álamin), terang Irfan secara akademis. Di sinilah upaya deradikalisasi menemukan maknanya, yakni mengembalikan pemahaman dan perilaku masyarakat ke prinsip-prinsip ajaran Islam yang sebenarnya.

Acara yang diadakan di Hotel Sofyan Betawi Jakarta Pusat ini diikuti oleh 20 orang peserta dari unsur Akademisi, Ulama, Birokrat, dan LSM. Di dalamnya digodok draft rumusan konsep yang telah disiapkan oleh Pengurus Forum Komunikasi Penanggulangan Terorisme (FKPT) Provinsi Banten, Ikhwanuddin Syarief dan Amas Tadjuddin. (edijun/foto:bimasislam) -

Sumber: http://bimasislam.kemenag.go.id




OPINI

Ketika Ustad Seleb Belum Bisa Jadi Cermin Umat
Dr H Thobib Al Asyhar, Msi*)
 

Untuk kesekian kalinya, saya menulis artikel dengan tema ustad. Bukan karena benci, tentu saja. Sebagai bagian dari komunitas ini, setidaknya beberapa orang memanggil saya begitu, saya memiliki sensitifitas tinggi ketika kalangan ini menjadi perbincangan publik secara negatif.

Sesuai catatan, paling tidak ada enam artikel (tujuh dengan ini) yang pernah saya tulis tentang tema ustad, yaitu tantangan dan revitalisasi ulama (ustad), komersialisasi doa di makam, menggugat matematika sedekah, penampilan ustad kemayu, manusia setengah ustad, dan honorarium ustad. Ya, semua tulisan itu, jujur, karena rasa peduli saya kepada profesi profetik ini.

Memang, sering kita dengar, ustad juga manusia. Tidak salah sih, tapi bisa mengandung tafsir yang kurang tepat. Misal, kesalahan seorang ustad bisa dimaklumi, meskipun menyangkut hal-hal prinsip. Padahal, ustad adalah cermin moral masyarakatnya. Bagaimana akhlak ustadnya, begitulah moral umatnya. Intinya, ustad tidak boleh salah dalam hal-hal prinsip.

Namun, semua orang pasti tidak setuju jika dibilang, ustad tidak boleh salah dalam semua hal. Wajar, karena dia juga manusia. Tapi, menyangkut aspek-aspek tugasnya sebagai pembina moral, ustad tetap tidak boleh salah secara moral. Jika sikap dan perilakunya masih seperti orang pada umumnya, saya setuju pendapat Gus Sholah dan Gus Mus, sebaiknya mundur saja.

Bagaimana dengan fenomena ustad seleb belakangan ini? Yups. Justru tulisan ini ditulis. Tanpa bermaksud sok baik, atau sok suci. Bukan! Ini hanya sebagai catatan, bahwa status ustad sama dengan tugas nabi. Ustad adalah cermin bagi umatnya.

Masih ingat kan video smack-down ustad muda di You Tube? Terus terang, saya sedih banget. Bukan saja karena isinya, tapi komen-komen sadis di bawahnya. Anehnya, konon si ustad ini makin laris diundang ceramah. Bisa karena pengen lihat mukanya, sekedar foto-foto, atau ada hal lain?  

Belum lagi ada ustad seleb berpraktik dukun. Muncul laporan ke MUI. Konon si ustad ini menipu. Setidaknya begitu menurut korbannya. Karena dianggap kena sihir, dia harus banyar ini itu untuk nebus mahar, dan lain-lain.

Belum lama juga heboh, ustad tarif tinggi. Apalagi hobby-nya mejeng di infotainment. Banyak dikritik, tapi cepat berlalu. Demikian juga ada ustad yang style-nya lenggak-lenggok, agak kemayu. Jamaahnya bejibun ketika ia tampil. Herannya, semakin banyak banyolan, semakin disukai pemirsa, dan pengiklan. Pertanyaannya, dari mana mereka berguru? Hebat!

Tentu, ini memprihatinkan. Suka tidak suka, fenomena itu harus diluruskan. Meskipun sebagian orang bilang, biarkan saja, setiap dakwah punya caranya sendiri. Tapi apa betul begitu? Apakah semua cara bisa ditempuh agar dakwah bisa tampil di TV atau media publik? Bukankah acara dakwah di TV atau media publik selama ini lebih banyak jadi bumbu-bumbu komedi? Bukankah ada acara dakwah justru dijadiin media “cari makan” oleh TV?

Oke, mari kita berpikir kritis. Berdakwah dengan berbagai model atau pendekatan memang perlu. Tapi, bukan berarti bisa menggunakan semua cara yang bisa meruntuhkan sendi-sendi moralitas.

Dari fenomena tersebut, sebenarnya Ditjen Bimas Islam, Direktorat Penerangan Agama Islam, sudah menyadari, bahwa hal itu harus diperbaiki. Bahkan pejabat selevel Dirjen pun telah meminta bawahannya agar para ustad seleb itu dibina. Program pun sudah pernah dilakukan. Bagaimana hasilnya? Ya, itu kan salah satu cara saja. Semua terpulang dari masing-masing ustad, mau atau tidak. Bagaimana media, khususnya TV, punya sense atau tidak. Juga, tergantung masyarakat, masih ngundang mereka dan nonton acaranya atau tidak.

Gayung pun bersambut. Belakangan, MUI mulai peduli. Sebagai ormas kumpulan para ulama, zu’ama, dan cendekiawan, MUI akan membina ustad seleb yang dianggap nyeleneh, untuk tidak dibilang bermasalah. Menurut Ketua Harian MUI bidang Luar Negeri, KH Muhyidin Djunaidi, MUI akan memanggil beberapa dari ustadz seleb yang menjadi sorotan publik. Konteksnya, MUI ingin dakwah itu mendidik dan menjadi perbaikan akhlak bangsa. Selain itu, juga akan dilakukan sertifikasi khusus bagi dai dan ustadz di Indonesia agar memenuhi kualifikasi dan persyaratan minimal.

Bukan hanya itu, ormas-ormas Islam, seperti NU, Muhammadiyah, Al-Washliyah, Persis, dan lain-lain, perlu ikut membina. Bahkan perguruan tinggi Islam juga perlu. Suatu kali, Prof. Azyumardi Azra pernah menyampaikan, bahwa UIN dan PT Islam siap mengisi acara-acara dakwah di TV. Menurutnya, acara dakwah di TV cukup memprihatinkan, dan sudah dimasuki kepentingan industri (ekonomi) yang kurang mendidik. Azra meyakinkan, PT Islam memiliki SDM mumpuni. Tawaran menarik, tapi apa mau TV?

Media TV sebenarnya industri kreatif. Jadi memang tidak hanya cukup materinya, tapi kemasannya juga harus oke. Makanya tidak heran jika banyak ustad seleb yang berwajah camera-face, nampak funky, gaul, dan tentu menarik pembawaannya. Hanya saja, pemilik TV kurang paham, dakwah yang baik itu seperti apa, sehingga, dakwah asal banyak penonton itu dianggap bagus.

So, dua kepentingan, dakwah dan media, sebenarnya bisa bertemu. Dakwah memiliki kepentingan agar masyarakat menjadi baik, dengan cara baik. Syaratnya, para pendakwah harus lebih kreatif. Lebih ngena ke hati masyarakat. Tentu tidak sekedar lucu, tapi juga bermutu. Bagi yang sudah terlanjur jadi dai seleb, tidak salah kok belajar lagi. Jangan sungkan jawab tidak tahu, jika ada pertanyaan sulit. Enak kok jujur itu. Kalau semua pertanyaan dijawab serampangan, ya runyam lah dakwah itu.

Sementara media bisa membantu dakwah tanpa merusak maksud dakwah. Media punya kepentingan menyebarkan informasi publik, dan bisa dipercaya untuk mendidik umat. Kalau mereka butuh iklan, ya jangan dari dakwah deh. Wallahu a’lam.


*) Penulis adalah  Dosen Psikologi Islam PPs Universitas Indonesia, Kasubag Data dan Sistem Informasi     
    Ditjen Bimas Islam

Sumber: http://bimasislam.kemenag.go.id 

Bimas Islam

SEJARAH DITJEN BIMAS ISLAM

Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, adalah satuan kerja tingkat I di lingkungan Departemen Agama Pusat. Dalam nomenklatur organisasi (diatur dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 3 Tahun 2006, Ditjen Bimas Islam, nama satuan kerja ini disingkat yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal. Dibawah direktur jenderal terdapat lima manajer lapis eselon II, yaitu sau orang sekretaris dan empat direktur. Sekretaris yang bertanggung jawab secara administratif dan fasilitatif ini membawahi empat kepala bagian dan kepala subbagian. Sedangkan direktur yang bertanggung jawab dalam urusan teknis membawahi beberapa kepala subdirektorat dan kepala seksi.
Keberadaan "bimbingan masyarakat Islam" sudah berlangsung sejak lahirnya Kementerian Agama, 3 Januari 1946, meskipun saat itu belum diwadahi dalam organisasi direktorat jenderal. Tanggal 3 Januari kemudian dikenal sebagai hari ulang tahun Departemen Agama, yang sekarang dikenal dengan nama "Hari Amal Bakti". Dalam perjalanan selanjutnya "bimbingan masyarakat Islam" diwadahi dalam satu direktorat jenderal dengan nomenklatur Ditjen Bimas Islam. Pada tahun 1979 Ditjen Bimas Islam dimerjer dengan Ditjen Haji dengan nomenklatur baru, Ditjen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji.
Berdasarkan Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2001, terjadi perubahan struktur Departemen Agama Pusat. Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji mengalami perubahan nomenklatur menjadi Dijen Bimas Islam dan Penyelenggaraan Haji. Tidak banyak pengaruh perubahan dengan nomenklatur baru itu abgi kegiatan bimbingan masyarakat Islam. Sebagian tugas yang ada sebelumnya malah direlokasi ke direktorat jenderal lain, yakni tugas penerangan agama Islam yang berpindah ke Ditjen Binbaga Islam, bertukar tempat dengan tugas Peradilan Agama.
Pada tahun 2006 - berdasarkan Peraturan Menteri Agama yang disebutkan diatas, tugas Bimbingan Masyarakat Islam kembali dipisah dengan tugas perhajian. Mulai saat itulah tugas bimbingan amsyarakat Islam dilaksanakan oleh direktorat jenderal baru, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam. Dengan struktur baru ini, diharapkan tugas-tugas yang diemban dapat dilaksanakan secara lebih fokus. Tugas-tugas itu adalah urusan agama Islam (selain haji), penerangan agama Islam, Zakat, dan Wakaf.

Dengan wadah struktur itu, Ditjen Bimas Islam membawahi lima subsatker tingakat eselon II, yakni sekretariat, Direktorat Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah, Direktorat Penerangan Agama Islam, Direktorat Pemberdayaan Zakat, dan Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Di tingkat daerah, Ditjen Bimas Islam memiliki "kepanjangan tangan" pada bidang-bidang (provinsi) dan seksi-seksi (kabupaten/kota). Pada lapis paling ujung, Ditjen Bimas Islam memiliki unit pelaksana teknis di tingkat Kecamatan, yakni kantor urusan agama kecamatan sebagai ujung tombak pelayanan masyarakat yang tugas utamanya melakukan pencatatan nikah dan rujuk

Sumber :http://www.kemenag.go.id

Bimas Islam

Ditjen Bimas Islam Siapkan Regulasi Tentang SIMBI Pusat dan Daerah        



Jakarta, bimasislam - Dalam rangka untuk meningkatkan kualitas layanan publik berbasis IT, Ditjen Bimas Islam saat ini sedang menyiapkan regulasi tentang Sistem Informasi Manajemen Bimas Islam (SIMBI). “Selama ini, Bimas Islam sudah mengembangkan SIMBI namun belum diatur secara khusus dalam regulasi. Saatnya kita harus lebih fokus membangun sistem informasi pusat dan daerah, sehingga ke depan pelayanan publik berbasis teknologi semakin membaik”, tegas Kabag Perencanaan dan Sistem Informasi, yang diwakili oleh Kasubag Data dan Sistem Informasi, Dr H Thobib Al-Asyhar, M Si, di ruang Pusat Data dan Informasi Bimas Islam, Lt. 20 Gedung Kemenag RI, Jl. MH. Thamrin 6 Jakarta (7/3).

Dalam rapat yang dihadiri oleh para pejabat Sistem Informasi di lingkungan Ditjen Bimas Islam membahas Draft Keputusan Dirjen Bimas Islam tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan Informasi dan Dokumentasi (PID) Serta Sistem Informasi Manajemen Bimas Islam Pusat dan Daerah. Dalam draft itu disebutkan bahwa tujuan pengelolaan informasi dan dokumentasi dimaksudkan untuk menghimpun dan menyajikan data dan informasi tentang Bimas Islam secara akurat dan berkesinambungan, serta mudah diakses secara mudah dan cepat oleh para pihak yang membutuhkan.

Selain itu juga dimuat pelaksana PID dan SIMBI di pusat dilaksanakan oleh Ditjen Bimas Islam, Tim Teknis yang yang dibuat oleh Kabid Urais dan Pembinaan Syariah atau Kabid Bimas Islam yang melibatkan Bidang Penerangan Agama Islam, Zakat dan Wakaf untuk tingkat Kanwil Provinsi. Untuk tingkat Kemenag Kabupaten kota dilaksanakan oleh Tim Teknis yang dibentuk oleh Kasie sesuai pembidangan dalam lingkup Bimas Islam. Sedangkan PID dan SIMBI tingkat KUA akan dilaksanakan oleh Tim Teknis yang diebtnuk oleh kepala KUA.

Dalam catatan bimasislam, rapat tersebut juga muncul beberapa ide agar Bimas Islam memperhatikan aspek pendanaan untuk penghimpunan data. “Salama ini data kurang maksimal karena di level KUA tidak ada dana untuk pendataan. Karena itu, penting dipikirkan anggaran agar pendataan dapat dilakukan secara maksimal”, tandas Faiz, Kasie pada Kemitraan, Dit Penais. (bieb/foto:bimasislam)

Sumber :http://www.kemenag.go.id

PHU

Soal Travel Nakal, Anggito Minta Masyarakat Segera Lapor


PHU

Soal Travel Nakal, Anggito Minta Masyarakat Segera Lapor


Jakarta (Sinhat) – Dirjen penyelenggara haji dan umrah Kementrian Agama, Anggito Abimanyu meminta kepada masyarakat dan calon jamaah umrah untuk segera melapor ke Kemenag terhadap travel haji dan umrah nakal (tidak memiliki izin resmi dari Kemenag) yang tetap beroperasi memberangkatkan jamaah umrah.
Dikatakan Anggito, untuk mengecek travel haji dan umrah yang resmi masyarakat bisa telepon Kemenag atau melihat website resmi milik Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah yaitu di haji.kemenag.go.id tepatnya di rubrik database. “Kami sangat terbuka dan mengharap laporan dari masyarakat,” ujarnya di Jakarta, Kamis (13/3).
Menurutnya, ada dua modus penipuan yang dilakukan travel nakal, pertama, ada travel yang mengiming-iming jamaah umrah dengan harga murah, terjangkau dan fasilitas baik. Kedua, ada travel resmi yang menjual visa kepada travel tidak resmi yang asal-asalan melayani calon jamaah umrah. “Nah, untuk kedua travel ini, kami akan langsung menindak dan melaporkan kepada polisi,” tegas Anggito.
Selain melaporkan kepada pihak berwajib, lanjut Anggito, pihaknya juga akan memberikan sangsi tegas berupa pencabutan izin sampai pembekuan hingga batas waktu yang tidak ditentukan. “Soal pengawasan, kami sudah melakukan kerjasama dengan pihak polisi, termasuk untuk menindak travel yang nakal,” ujarnya.
Ia mengaku, sudah mengantongi jumlah travel haji dan umrah yang nakal, dan pihaknya juga sudah menyurati dan memanggil pihak travel nakal tersebut, untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. “Kurang lebih sudah ada 10 travel nakal yang akan di sangsi,” ujarnya.
Terkait aturan travel, lanjut Anggito, bahwa aturan sudah ada dan jelas, sudah ada dalam perjanjian dengan pihak provaider visa, seperti penerbangan tidak dilakukan lebih dari satu kali, penyedian hotel minimal bintang 3, dan makanan harus memenuhi standar tertentu.
Anggito berharap masyarakat lebih hati-hati dan waspada saat memilih travel umrah, terlebih travel illegal, kenali dan teliti sebelum memutuskan untuk membayar dan berangkat ke tanah suci.(hud).

Sumber: http://www.kemenag.go.id

Bantuan Madrasah

Kamis, 20 Maret 2014 – Madrasah

Menag: Bantuan Madrasah Tak Boleh Berbentuk Uang

Serang (Pinmas) —- Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan bantuan untuk madrasah yang rusak akibat bencana alam atau pun bangunan sarana pendidikan lainnya tidak boleh berbentuk uang tunai guna menghindari fitnah.
“Jangan sampai pula nanti dikesankan untuk kebutuhan lain jika diterima dalam bentuk uang,” katanya ketika memberi sambutan pada penyerahan bantuan pembangunan kembali MTs Al Husen, Desa Tanjung Teja, Serang dan MA Cisampih, Desa Cisampih, Serang, Rabu (19/03).
Hadir pada kesempatan itu, Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ace Saefuddin, Direktur Pendidikan Madrasah Nurcholis Setyawan, dan perwakilan Bank Penerima Setoran (BPS) Biaya Penyelenggaan Ibadah Haji (BPIH).
Bantuan bagi madrasah itu sendiri berasal dari 17 BPS BPIH dengan nilai total Rp2 miliar.Menag menjelaskan bantuan sebesar itu diberikan untuk 100 madrasah yang rusak akibat letusan Gunung Kelud, korban banjir di Jakarta dan madrasah yang roboh di daerah Banten.
“Ini bantuan tidak berupa uang, tapi berupa perbaikan langsung. Syukur, bangunan yang rusak lainnya juga diperbaiki,” harap  Menag.
Mengapa bantuan itu tidak dalam bentuk uang tunai, Menag mengatakan hal itu untuk menghindari fitnah. “Bisa juga diselewengkan untuk biaya nikah,” kata Menag yang disambut tawa hadirin.
Sebelumnya, pimpinan yayasan Al Husen, Ahmad Haedir, menyatakan bangunan lembaga pendidikan yang dipimpinnya roboh pada 7 Maret lalu, bersamaan waktu Salat Jumat, namun tidak ada santri yang menjadi korban karena sudah dipulangkan lebih awal.
Haedir menyampaikan apresiasi atas dukungan Menag yang demikian cepat dalam menyalurkan bantuan sehingga madrasah segera dapat berdiri kembali.
Dalam kesempatan itu, Menag juga menjelaskan bantuan untuk sarana pendidikan yang rusak akibat bencana alam dan lainnya diambil dari konsorsium BPS BPIH. “Bukan dari APBN, karena jumlahnya sangat terbatas. Ini karena kepedulian kalangan perbankan, termasuk juga bantuan dana pendidikan lainnya sudah disalurkan beberapa waktu lalu,” katanya.
Dana haji yang tersimpan di Sukuk kini sudah mencapai Rp30 triliun dan yang tersimpan di sejumlah BPS BPIH mencapai Rp40 trilun. Ke depan, bukan hanya bantuan untuk pendidikan dan beasiswa, tetapi perbaikan pelayanan jamaah haji pun ditingkatkan, di antaranya memberi bantuan mukenah secara cuma-cuma.
“Kalau dulu kan pemberian batik secara gratis,” katanya. (ess/ant/mkd)

RUU Halal

Kamis, 20 Maret 2014 –

Kemenag dan MUI Sepakat Percepat Pembahasan RUU Halal


Jakarta (Pinmas) —- Menteri Agama Suryadharma Ali, Kamis (20/03) sore, bersilaturahmi ke Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk membahas percepatan Pembahasan Rancangan Undang-undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH).
Dalam pertemuan tersebut Menteri Agama dan Ketua MUI bersepakat agar RUU JPH bisa diselesaikan dalam waktu dekat. “Tinggal tiga pasal yang belum rampung, semoga dalam waktu dekat bisa rampung,” ujar Menag.
Sementara itu, Ketua MUI Din Samsudin menyambut baik upaya Kementerian Agama untuk segera merampungkan RUU JPH. “Saya kira akan baik sekali jika RUU JPH dapat diselesaikan dalam waktudekat, demi kebaikan umat Islam di Indonesia khususnya,” ucap Din Syamsudin.
Pembahasan RUU JPH  memang belum kunjung selesai. Pertama kali diusulkan pada tahun 2006, pembahasan RUU ini sampai sekarang belum sampai pada tahap final karena masih ada perbedaan pandangan, khususnya yang menyangkut siapakah yang mempunyai kewenangan untuk menerbitkan sertifikasi khalal, pemerintah, MUI, atau lembaga lainnya.
Sebelumnya, Dirjen Bimas Islam Abdul Djamil mengatakan bahwa, perbedaan pendapat itu wajar tapi seharusnya tidak lagi bersifat polemikal. Djamil menilai pembahasan RUU ini sudah cukup lama, khususnya yang menyangkut soal krusial siapakah yang menjadi penyelenggara.
Djamil mengusulkan agar penyelesaiannya dikembalikan pada tugas dan fungsi masing-masing secara proporsional. “Saya rasa jangan diperuncing lagi soal siapa yang punya wewenang. Penyelesaiannya lebih menekankan pada tugas dan fungsi para pihak secara proporsional dan fungsional,” kata Djamil.
Menurut Djamil, mengurus soal administrasi sertifikasi khalal memang merupakan bagian dari tugas dan fungsi pemerintah. Sedangkan mengenai fatwa memang merupakan kewenangan ulama. (cw/mkd/mkd)

Sumber : http://www.kemenag.go.id

Bansos Pesantren dan Diniyah

Kemenag Siapkan 143 M Bansos Pesantren dan Diniyah



Jakarta (Pinmas) —- Lebih dari 143 miliar anggaran telah disiapkan oleh Direktorat Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama untuk program bantuan sosial pondok pesantren, pendidikan diniyah, dan pendidikan Al-Quran.
Rincian program tersebut bahkan sudah diupload di website Kementerian Agama (http://kemenag.go.id/file/file/InfoPenting/tqjh1395193835.pdf) sehingga masyarakat mudah untuk mengakses dan mengetahuinya.
Program bansos Dit PD Pontren untuk tahun anggaran 2014 ini terdiri dari 42 item. Program bantuan itu mencakup penguatan kelembagaan pesantren dan pendidikan diniyah, peningkatan kapasitas tenaga pengajar, beasiswa santri, dan lainnya.
Untuk penguatan kelembagaan misalnya, telah disediakan anggaran untuk pengembangan agribisnis pesantren (5,5M), BOP Madrasah Diniyah Takmiliyah (2,2M), RKB Ponpes Salafiyah (3,4M), BOP Taman Pendidikan Al-Quran (1,5M), Bantuan Asrama Pesantren Tahfiz Al-Quran (1,4M), dan bantuan asrama pondok pesantren (15M).
Untuk peningkatan kapasitas tenaga pengajar, telah disiapkan bantuan peningkatan kompetensi guru madrasah diniyah (1,5M), peningkatan kualifikasi guru diniyah (2,5M), dan insentif guru diniyah (3,1M).
Untuk santri, tersedia bantuan beasiswa santri berprestasi (46M), bantuan terpadu anak harapan (15M), bantuan pemagangan santri (3,3M), dan beragam bentuk bantuan lainnya. (mkd/mkd)

Sumber: http://www.kemenag.go.id