ILMU DAN MANFAATNYA BAGI UMAT ISLAM
Oleh: H. Syariful Mahya Nasution, Lc*
I. Pendahuluan.
Ilmu adalah kunci kehidupan,
dengannya hikmah dan rahasia kehidupan dapat terungkap dan dengannya pula
kebahagiaan hakiki dapat tercapai.
Namun, ketika
sejarah semakin menjauh dari masa Rasulullah Saw. semakin sedikit pula umat
Islam yang mencintai ilmu, sedangkan kehidupan telah dihiasi dengan
materialistis dan hedonisme. Segala sesuatu telah diukur dengan harta, pangkat
dan jabatan. Akibatnya sangat fatal dalam semua lini kehidupan, utamanya dalam
cara pandang dan berfikir umat Islam.
Ulama yang memahami Islam dengan baik
dan benar semakin langka, dan seperti kata Rasulullah Saw. yang lahir adalah
orang- orang yang menjadikan Islam sebagai komoditas dan alat untuk meraih
kepentingan.
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبِضُ الْعِلْمَ انْتِزَاعًا يَنْتَزِعُهُ
مِنْ الْعِبَادِ وَلَكِنْ يَقْبِضُ الْعِلْمَ بِقَبْضِ الْعُلَمَاءِ حَتَّى إِذَا لَمْ
يُبْقِ عَالِمًا اتَّخَذَ النَّاسُ رُءُوسًا جُهَّالًا فَسُئِلُوا فَأَفْتَوْا بِغَيْرِ
عِلْمٍ فَضَلُّوا وَأَضَلُّوا
Sesungguhnya Allah tidaklah
mencabut ilmu dengan menghilangkan ilmu itu dari hambanya, tetapi Ia mewafatkan
para ulama sehingga tidak ditemukan lagi seorang yang alim. Maka manusia-pun
bertanya kepada para juhhal, maka mereka (para juhhal) berfatwa
tanpa dasar ilmu, akhirnya mereka sesat dan menyesatkan. (Bukhari, Muslim, At-
Tirmidzi, dan An- Nasai)
Pada saat ini telah tepat disebutkan,
sebagai masa yang disebutkan Rasulullah Saw. dalam satu hadits sebagai masa yang
penceramahnya banyak dan ulamanya sedikit.
Sesungguhnya
menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap umat Islam, yang harus dilakukan
tanpa mengenal batas masa. Allah Swt. berfirman:
فَاسْأَلُوا أَهْلَ
الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لا تَعْلَمُونَ
Maka bertanyalah
kepada ahli ilmu jika kamu tidak mengetahui (An- Nahl :43).
Juga hadits yang
diriwayatkan Anas Ra. bahwa Rasulullah Saw. bersabda :
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
Menuntut Ilmu adalah wajib bagi setiap muslim. (H.R. Ibnu
Majah)[1]
Umat Islam wajib menyadari bahwa menuntut
ilmu selain sebagai kewajiban, ternyata
ilmulah yang dapat mengangkat derajat dan mengembalikan izzah yang seharusnya
menjadi hak umat Islam, baik didunia juga akhirat. Imam Syafi’i Rh. menyatakan:
من أراد الدنيا فعليه بالعلم و
من أراد الأخرة فعليها بالعلم و من أرادهما فعليهما بالعلم
Siapa yang mencari kesenangan
dunia, ia akan mendapatkannya dengan ilmu. Siapa yang mengharap kebahagiaan
akhirat ia peroleh dengan ilmu, dan
siapa yang menginginkan keduanya ia juga akan memperolehnya dengan ilmu.
II. Manfaat Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu memberikan manfaat yang
dihasilkan selama hidup di dunia juga sampai akhirat kelak, antara lain adalah:
1.
Meninggikan
derajat disisi Allah Swt. sebagaimana dalam Q.S. Al- Mujadilah ayat 11:
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا
الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat.
Menurut satu riwayat, ayat ini turun pada
hari Jum’at saat Rasulullah Saw. berada di-suffah masjid Nabawi
mengajarkan ilmu. Mereka kedatangan kaum al- Muhajirin, lalu Rasulullah meminta
sebahagian yang berada di majelis itu untuk melapangkan tempat bagi mereka.
Diturunkanlah surat Al- Mujadilah ayat 11 untuk mendukung sikap Rasulullah Saw.
dan untuk menjelaskan bahwa kedudukan orang- orang yang diminta bergeser pada
majelis itu tidaklah berkurang dengan melapangkan tempat untuk saudaranya dari
kaum al- Muhajirin.[2]
2. Kemuliaan orang yang berilmu
adalah pada posisi ketiga, setelah yang pertama yaitu Allah dan yang kedua
yaitu malaikat. Sebagaimana firman Allah Swt.;
شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لا إِلَهَ إِلا هُوَ وَالْمَلائِكَةُ وَأُولُو
الْعِلْمِ قَائِمًا بِالْقِسْطِ لا إِلَهَ إِلا هُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para Malaikat dan orang-orang
yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia
(yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (Q.S. Ali Imran
: 18)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan; ini adalah satu
bukti bahwa ulama memiliki kedudukan yang agung disisi Allah.[3]
3.
Ilmu melahirkan pengenalan yang benar dan lebih
mendalam terhadap Allah Swt.;
إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ
غَفُورٌ
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba- hamba-Nya,
hanyalah ulama Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun. (Q.S.
Fathir : 28)
Takut yang dimaksud disini adalah takut yang melahirkan at-
Takrim dan at- Ta’dzim, dan itu hanya lahir dari ulama yang mengenal
Allah.[4]
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan; para ulama yang
mengenal Allah pasti
4.
Menambah timbangan pahala, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw.
عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ كُنْتُ جَالِسًا مَعَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَجَاءَهُ رَجُلٌ
فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ إِنِّي جِئْتُكَ مِنْ مَدِينَةِ الرَّسُولِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُهُ عَنْ رَسُولِ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مَا جِئْتُ لِحَاجَةٍ قَالَ فَإِنِّي سَمِعْتُ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَطْلُبُ
فِيهِ عِلْمًا سَلَكَ اللَّهُ بِهِ طَرِيقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ
لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ وَإِنَّ الْعَالِمَ لَيَسْتَغْفِرُ
لَهُ مَنْ فِي السَّمَوَاتِ وَمَنْ فِي الْأَرْضِ وَالْحِيتَانُ فِي جَوْفِ الْمَاءِ
وَإِنَّ فَضْلَ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِ الْقَمَرِ لَيْلَةَ الْبَدْرِ
عَلَى سَائِرِ الْكَوَاكِبِ وَإِنَّ الْعُلَمَاءَ وَرَثَةُ الْأَنْبِيَاءِ وَإِنَّ
الْأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلَا دِرْهَمًا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ
أَخَذَهُ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
Katsir bin Qais berkata; saya duduk
bersama Abu Darda’ di Masjid Dimasyq ketika seorang laki- laki datang dan
bertanya; wahai Abu Darda’ saya datang dari Kota Rasul Saw. untuk mendengar
satu hadits yang saya dengar kamu riwayatkan dari Rasulullah Saw. saya datang
bukan untuk kebutuhan lain. Abu Darda’ berkata; sungguh saya dengar Rasulullah
Saw. bersabda “siapapun yang berjalan untuk mencari ilmu maka Allah mudahkan
baginya jalan menuju syurga dan sungguh Malaikat membentangkan sayapnya sebagi
keridhaan bagi penuntut ilmu dan sungguh seluruh makhluk yang ada dilangit dan
dibumi serta ikan di air senantiasa meminta keampunan bagi seorang penuntut
ilmu dan sungguh keistimewaan seorang yang berilmu dibanding seorang ahli
ibadah seperti keistimewaan bulan pada malam purnama terhadap semua bintang dan
sungguh ulama adalah pewaris para Nabi dan sungguh para Nabi tidaklah mewarisikan
Dinar dan Dirham, mereka meninggalkan ilmu, maka siapapun yang ingin
mengambilnya, ambillah dengan sepenuhnya. (H.R. Abu Daud)[5]
5. Dengan ilmu, seorang muslim mampu
mengambil pendapat dan melakukan tindakan yang tepat untuk mensikapi situasi
dan kondisi umat Islam saat ini.
6. Dengan menuntut ilmu, seseorang
dapat mengetahui kapan dan kepada siapa ia harus berbicara, karena tidak semua
ilmu yang diketahui harus disampaikan kepada setiap orang, Ibnu Mas’ud Ra.
berkata, “Tidaklah engkau mengajak bicara suatu kaum dengan sesuatu yang
tidak dipahami oleh akal mereka kecuali akan menjadi fitnah untuk sebagian
mereka.”[6]
Abu Hurairah berkata, “Aku hafal dari Rasulullah
Saw. dua bejana, yang satu bejana aku sampaikan dan yang satu lagi apabila aku
sampaikan maka tenggorokanku akan diputus.”[7] Yang disembunyikan oleh Abu
Hurairah adalah hadits-hadits tentang fitnah dan hadits- hadits tentang Bani
Umayah, sengaja Abu Hurairah tidak sampaikan agar tidak menimbulkan fitnah dan
perpecahan karena orang- orang pada waktu itu telah kembali bersatu di bawah
kepemimpinan Mu’awiyah bin Abu Sufyan Ra.
III. Kemuliaan Ilmu
Ilmu sebagai cakrawala kehidupan memiliki kemuliaan dalam
agama Islam, diantaranya:
1. Rasulullah Saw. bersabda yang maksudnya: "Ilmu
itu adalah bendahara (khazanah) tak ternilai, anak kuncinya adalah bertanya,
maka bertanya olehmu. Maka diberi pahala kepada empat orang. Pertama: Orang
yang bertanya. Kedua: Orang alim. Ketiga: Orang yang mendengar. Keempat: Orang
kasih kepada mereka."
2.
Memuliakan orang yang memilikinya, sebagaimana sabda
Rasulullah Saw.
عَنْ أَبِي أُمَامَةَ الْبَاهِلِيِّ قَالَ
ذُكِرَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ رَجُلَانِ أَحَدُهُمَا عَابِدٌ وَالْآخَرُ عَالِمٌ فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَضْلُ الْعَالِمِ عَلَى الْعَابِدِ كَفَضْلِي عَلَى
أَدْنَاكُمْ ثُمَّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ
اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ وَأَهْلَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرَضِينَ حَتَّى النَّمْلَةَ
فِي جُحْرِهَا وَحَتَّى الْحُوتَ لَيُصَلُّونَ عَلَى مُعَلِّمِ النَّاسِ الْخَيْرَ
Dari Abu Umamah al- Bahily ia
berkata seseorang menyebutkan kepada Rasulullah Saw. tentang dua orang salah
satunya seorang ‘abid dan yang lainnya seorang alim. Maka
Rasulullah bersabda; kemuliaan seorang alim terhadap seorang ‘abid
seperti kemuliaanku terhadap orang yang paling rendah derajatnya diantara kamu
kemudian beliau Saw. bersabda sesungguhnya Allah, malaikat, dan penduduk langit
dan dunia sampai semut disarangnya dan ikan dilaut niscaya bershalawat terhadap
seorang guru yang mengajarkan kebaikan.(H.R. At- Tirmidzi)[8]
3.
Salah
satu ibadah yang paling utama adalah memahami ilmu agama. Syaithan lebih sulit menipu
seorang alim daripada seribu 'abid (ahli ibadah). Segala sesuatu
itu memiliki benteng dan memahami ilmu itu merupakan salah satu benteng agama.
4. Ilmu tidak untuk dibangga-
banggakan dan tidak boleh menyebabkan pemiliknya sombong sebagaimana dalam
sunan Ibnu Majah bahwa Ibnu Umar meriwayatkan dari Rasulullah Saw. beliau
bersabda:
مَنْ طَلَبَ الْعِلْمَ لِيُمَارِيَ بِهِ السُّفَهَاءَ أَوْ لِيُبَاهِيَ
بِهِ الْعُلَمَاءَ أَوْ لِيَصْرِفَ وُجُوهَ النَّاسِ إِلَيْهِ فَهُوَ فِي النَّارِ
Seseorang
yang mencari ilmu untuk mengalahkan para sufaha atau menandingi para
ulama atau agar orang- orang memusatkan perhatian kepadanya, maka kelak ia
berada dalam neraka. (H.R. Ibnu Majah)[9]
IV. Ilmu Dibanding Harta
Kaum Khawarij merasa iri kepada Ali bin Abi
Thalib Kw. atas kemuliaannya disisi Rasulullah Saw. dan ketinggian ilmunya.
Maka suatu hari mereka mendatanginya untuk menguji kepintaran Shahabat
Rasulullah Saw. ini dengan mengajukan pertanyaan yang sama oleh sepuluh orang
dari mereka, dan Ali diharuskan menjawabnya dengan sepuluh jawaban yang
berbeda.
Pertanyaan yang mereka ajukan adalah manakah
yang lebih baik antara ilmu dan harta? Pertanyaan ini dijawab oleh Ali bin
Thalib Kw. dengan:
1.
Ilmu lebih
baik daripada harta, sebab ilmu adalah warisan para nabi, Sedangkan harta
adalah warisan Qorun, Haman dan Fir’aun.
2.
Ilmu lebih
lebih baik daripada harta, sebab ilmu selalu menjagamu, sedangkan engkau harus
menjaga harta milikmu.
3. Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab orang berilmu banyak teman, sedangkan orang berharta
banyak musuhnya.
4. Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab ilmu bila di infaqkan semakin bertambah, sedangkan
harta bila diinfaqkan semakin berkurang.
5.
Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab orang berilmu dipanggil dengan sebutan mulia, sedangkan
orang berharta dipanggil dengan sebutan hina.
6. Ilmu lebih lebih
baik daripada harta sebab Ilmu tidak perlu dijaga, sedangkan harta minta
dijaga.
7. Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab orang berilmu dihari akhirat dapat memberi syafaat, sedangkan
orang berharta dihari kiamat dihisab dengan berat.
8.
Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab Ilmu bila dibiarkan saja tidak akan pernah rusak, sedangkan
harta bila dibiarkan pasti berkurang.
9. Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab Ilmu memberikan penerang didalam hati, sedangkan
harta dapat membuat kerusakan didalam hati (seperti timbulnya sifat takabur,
pamer,ingkar).
10.
Ilmu lebih lebih
baik daripada harta, sebab orang berilmu bersikap lemah lembut dan selalu
berbakti kepada Allah, sedangkan orang berharta, seringkali takabur dan ingkar
kepada Allah. [10]
Tambahan:
11. Semakin banyak ilmu yang didapat, menjadikan orangnya semakin tawadhu’
dan zuhud, sedangkan harta yang semakin banyak akan mendorong orangnya
menjadi angkuh, sombong, dan berlaku sewenang- wenang.
12. Nasihat seorang ‘alim diharapkan semua kalangan baik para raja, juga rakyat
jelata, sedangkan harta adalah harapan bagi para fuqara dan masakin.
13. Orang yang ‘alim ditemani ilmunya
pada saat dan sesudah kematian, sedangkan harta akan menjadi beban saat kematian
dan berpisah dari orangnya sesudah kematian.
14. Seorang ‘alim selalu bahagia
sekalipun tiada harta, sedangkan harta dapat menjadi penghalang antara jiwa
dengan kebahagiaan.
15. Sangat banyak harta yang dicabut Allah dari pemiliknya dalam sekejap, maka
ia menjadi seorang fakir. Sedangkan orang berilmu dimuliakan Allah dengan terus
menambahi ilmu dan meninggikan derajatnya.
16. Mencintai ilmu dan mencarinya
adalah ibadah dan ketaatan kepada Allah Swt, sedangkan mencintai dunia dan
harta dan mencarinya adalah permulaan maksiat dan dosa.
V. Cara Menuntut Ilmu
1.
Sebelum menuntut ilmu, terlebih
dahulu berniat yang baik dan ikhlas.
2.
Senantiasa bermujahadah
dalam menuntut ilmu. Allah Swt. berfirman:
وَاتَّقُوا اللَّهَ وَيُعَلِّمُكُمُ اللَّهُ
وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Dan bertakwalah kepada Allah; Allah
mengajarmu; dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S. Al- Baqarah : 282)
Imam Syafi’i berkata: Kamu tidak akan
bisa meraih ilmu kecuali dengan enam hal, yaitu: Kecerdasan, tamak terhadap
ilmu, sungguh- sungguh, menghubungi guru, mengeluarkan dana, terus-menerus
tidak putus asa
3.
Seorang penuntut ilmu harus shabar
atas segala rintangan.
4. Masa menuntut ilmu adalah istimrariyah
dan bertadarruj sebagaimana al- Qur’an juga diturunkan bertadarruj.
(Q.S. Al-Israa': 106) Mulailah dari ilmu dasar sampai tingkat selanjutnya sesuai
dengan kemampuan, sebab penuh sesaknya ilmu yang didengarkan secara bersamaan akan
merusak pemahaman.
5. Menghindarkan diri dari akhlak
al- madzmumah, sebab ilmu itu merupakan ibadahnya hati, maka ilmu tidak
berada dalam hati yang madzmum.
6. Berkonsentrasi kepada ilmu, dan singkirkan
rintangan dan kebiasaan buruk. Seperti; sibuk dengan hal- hal yang mengganggu, bermalas-
malasan, dsb.
7. Selalu berhati-hati dalam
masalah makan. Imam Syafi’i berkata; Saya tidak pernah merasa kenyang selama 16
tahun, karena banyak makan menyebabkan mudah mengantuk, mematikan akal,
melemahkan perasaan dan melahirkan kemalasan.
8. Mengurangi bicara. Ibnu Abdil
Barr berkata; seorang alim yang suka berbicara rentan melahirkan fitnah. Orang
yang mendengar itu selamat dan bertambah ilmunya dari orang yang berbicara serta
akan menuai rahmat. Sedangkan orang yang banyak bicara tidak bertambah ilmunya,
ia hanya akan menunggu fitnah karena, pembicaraan itu kadang dihiasi dengan
kebohongan, penambahan dan pengurangan.
9. Selektif memilih kawan pergaulan,
jika mampu adalah pergaulan yang membawa kebaikan dan takwa. Carilah kawan yang
punya lima sifat; berakal, berakhlak al- karimah, bukan orang fasik,
bukan ahli bid’ah dan tidak rakus pada harta.
10. Memilih ilmu yang dipelajari. Ma’rifat
Allah dari segi Uluhiyah, Rububiyah, Asma' dan Sifat-Nya adalah fondasi
dari semua ilmu. Ia merupakan dasar bagi seorang hamba untuk meraih kebahagiaan
dunia dan akhirat.
11. Guru yang dipilih dalam
menuntut ilmu Islam adalah ulama yang baik dan benar dalam memahami dan
mengamalkan agama. Dalam kitab al- Muwathhta’ karangan Imam Malik disebutkan
أَنَّ لُقْمَانَ الْحَكِيمَ أَوْصَى ابْنَهُ فَقَالَ يَا بُنَيَّ
جَالِسْ الْعُلَمَاءَ وَزَاحِمْهُمْ بِرُكْبَتَيْكَ فَإِنَّ اللَّهَ يُحْيِي الْقُلُوبَ
بِنُورِ الْحِكْمَةِ كَمَا يُحْيِي اللَّهُ الْأَرْضَ الْمَيْتَةَ بِوَابِلِ السَّمَاءِ
Bahwa Lukman al- Hakim menasihati
anaknya untuk menuntut ilmu dari para ulama dan senantiasa duduk dekat dengan
mereka, karena Allah Swt. menghidupkan hati dengan nur al- hikmah,
sebagaimana Allah menghidupkan bumi dengan bulir- bulir air dari langit.[11]
12. Menjaga adab terhadap guru, menerima pendapat yang benar dan lapang dada dalam perbedaan pendapat selama
perbedaan itu masih dalam masalah ijtihadi. Maimun bin Mihran
berkata; Janganlah kamu berdebat dengan orang yang lebih pintar darimu, itu
tidak akan membawa manfaat bagimu.
13. Ketika memasuki majelis taklim, hendaklah badan dalam keadaan bersih, pakaian dan kukunya, jangan
sampai bau badannya menyengat tidak harum.
14. Tanyakanlah dengan baik sesuatu yang belum dipahami. Imam
Mujahid berkata: Ilmu tidak bisa diraih dengan sikap malu- malu dan takabbur.
15. Memulai pelajaran dengan basmalah, hamdalah, shalawat, dan
mendoakan para ulama, guru- guru, kedua orang tua, dan segenap kaum muslimin.
16. Memulai dari mengingat dan mengahafalkan hal- hal dasar dan
sangat perlu, dan jangan berpindah dari satu masalah (kitab) kepada masalah
(kitab) lainnya, jika belum memahami masalah sebelumnya dengan baik dan benar.
17. Mengamalkan ilmu yang telah didapat, sebab ilmu yang tidak
diamalkan bagai pokok kayu yang tidak berbuah, tiada berguna dan tidak pula
bermanfaat.
18. Senantiasalah berdo’a agar Allah Swt. membantu dan memudahkan
dalam mendapatkan ilmu yang bermanfaat.
*Disampaikan oleh Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan Natal dalam pengajian Wirid Yasin
desa Sasaran pada hari Jum'at tanggal 03 Mei 2013
[1]
Sunan Ibnu Majah, juz I, hal. 260.
[2]
Tafsir Fi Dzilal al- Qur’an, juz VII, hal. 151-152
[3]
Tafsir Ibnu Katsir, juz II hal. 24.
[4]
Tafsir Ibnu Katsir juz VI, hal. 544.
[5]
Sunan Abu Daud, juz X, hal. 49.
[6]
HR. Muslim dalam
muqadimah shahihnya
[7]
HR Bukhari no.120.
[8]
Sunan At- Tirmidzi, juz IX, hal. 299.
[9]
Sunan Ibnu Majah, juz I, hal. 295.
[10] Al- ‘Usfuriyah,
hal 13.
[11]
Muwaththa’ Imam Malik, juz VI, hal. 164.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar